Monday, December 06, 2004

It's all about Suami...

Seperti biasa siang itu klub makan siang kami di kantor - yang terdiri dari beberapa orang Ibu-ibu muda plus satu orang gadis belum menikah - terlibat obrolan seru. Apalagi kalau bukan membicarakan mengenai selebritis. Si ini mau cerai, si itu rujuk lagi, si anu ganti pacar, dsb.
Ngobrol sana-ngobrol sini sambil asyik melahap makan siang, akhirnya tibalah kami pada topik yang lebih seru; Suami. Wah, ini, sih, bisa dibilang endless topic deh. Masing-masing (kecuali Ambar yang baru mau menikah bulan depan) langsung berebut membicarakan kelemahan suami mereka - nggak ketinggalan saya tentu saja. Walaupun boleh dibilang usia pernikahan saya yang paling muda dibandingkan teman-teman saya itu , tapi saya sudah mempunyai daftar panjang keluhan yang tak kalah dari mereka. Eh, kok, ternyata semua keluhan saya tersebut basi semua, alias bukan barang baru bagi teman-teman saya yang rata-rata telah menikah di atas 10 tahun. Malah persis sama.
Kalau boleh digeneralisasi, beberapa diantaranya adalah:
Malas. Huh, kenapa ya semua suami itu pemalas semua? Istri harus marah-marah dulu sebelum mereka mau bergerak. Kalau sudah pulang ke rumah, sering tidak mau tahu urusan pekerjaan rumah tangga. Kalau lagi punya pembantu, sih, nggak masalah. Tapi kalau pembantu lagi mudik seperti lebaran kemarin, kan, istri yang berabe. "Emang semua salah gue", kata seorang teman menyesali diri, "awalnya gue nggak sabaran kalau nyuruh suami gue ngerjain ini-itu. Abis disuruhnya kapan, baru dikerjainnya tahun depan. Akhirnya gue kerjain sendiri, deh, semuanya, dari betulin genteng sampai setrikaan. Akibatnya suami gue makin males dan ketergantungan sama gue..."
Nggak matching. Nah, urusan pakai baju nggak matching ini sering bikin perang dunia di rumah. Apa semua suami buta warna ya? Sudah bagus pakai kemeja warna coklat, celana panjang juga coklat, tapi kok sabuknya hitam ya? Belum lagi kalau sedang keluar 'mood' nya, bisa-bisa kemeja batik warna biru dibilang matching dengan celana panjang abu-abu. Kalau dibilangin, ada aja alasannya. Ih, geregetan deh. Padahal kita mau pergi ke acara yang agak formal. Ingin, dong, sekali-kali kelihatan keren berdua. Yang ada akhirnya kita berantem berdua ...
Cuek. Pernah nggak merasa marah-marah sama tembok? Begitulah suami saya kalau saya lagi ngomel. Dia diam saja sambil terus baca koran seolah saya bicara pada tembok. Bisa saja ia lalu menutup koran yang sedang dibaca untuk... keluar duduk-duduk di teras. Tentu saja saya tidak berani menyusul untuk melanjutkan omelan saya, takut nanti tetangga pada dengar...
Tidak romantis. Jangan harap, deh, suami akan berlaku romantis setelah kita menikah. Ingat tanggal ulang tahun kita saja sudah luar biasa. Teman saya pernah mengeluhkan hal ini kepada Ibunya di awal-awal pernikahannya. Apa jawab Ibunya? Ah, kamu kebanyakan baca novel! Hehehe...
Setelah puas berunek-unek, akhirnya kita semua terdiam kehabisan napas. Saling lihat-lihatan, dan cekikikan bareng. Bagaimana ya, kalau suami-suami kita ikut mendengarkan? Apa pembelaan mereka?

No comments: